Kamis, 24 Oktober 2013

KASUS AKU INGIN WAJAHKU YANG DULU



               Sudah beberapa kali dia menjalani operasi plastik. Namun ia tidak pernah merasa puas. Ia ingin menjadi lebih cantik. Itulah Hang Mioku, mantan model  asal Korea. “Tolong operasi bagian wajahku yang ini” Kata Hang pada dokter. “kamu sudah melewati batas untuk operasi, ini sudah tidak wajar lagi, lebih baik kau pergi temui dokter psikiater dulu,” Jawab dokter bedah itu. “Kamu pikir saya gila dan memiliki kelainan jiwa?Sekarang juga saya minta suntikkan silikon kewajahku,” Kata Hang dengan emosi yang meluap-luap.
               Namun pada dasarnya tetap saja ditolak oleh dokter itu. Akhirnya Hang menyuntikkan obat obat yang didapatnya dari pasar-pasar. Ketika obat itu telah habis, hang menggunakan minyak goreng sebagai ganti silikon. Alhasil wajahnya mulai  membengkak, Namun ia tetap percaya diri dan mengatakan bahwa dirinya tetap cantik. Tetapi lama-kelamaan wajahnya semakin membengkak dan penuh lemak. Hingga pada akhirnya tim dokter pun tidak berani melakukan operasi plastik. Kedua orangtuanya juga tidak dapat mengenali dirinya lagi.
               Kini hidup Hang dipenuhi dengan penyesalan. Ia juga harus bekerja disalah satu perusahaan untuk menyambung hidupnya, karna kondisi yang demikian tidak memungkinkan dia untuk menjadi model cantik seperti dahulu.Yang diinginkan oleh Hang saat ini adalah wajah alaminya dahulu. tetapi, semua sudah terlambat untuk menyadari betapa berharga dan indahnya pemberian Yang Maha Kuasa. Ketika ia memiliki wajah cantik, hang merasa tidak puas, ia menginginkan lebih dari itu. bahkan ketidakpuasannya itu telah membawanya untuk melakukan hal buruk yang akhirnya menyisakan sebuah penyesalan mendalam seumur hidup.
ANALISI KASUS
               Teori kepribadian Julian Rotter menyatakan bahwa kepribadian adalah suatu interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dari pengertian itu, tentu saja profesi model yang dijalani Hang sangat mendukung dia untuk melakukan operasi plastik ( esternal yang mempengaruhi kognitifnya dalam berperilaku ) agar wajahnya tetap terlihat cantik dan disukai banyak fans dan orang – orang yang melihat dia . Dalam kasus ini dia berexpectancy bahwa dengan melakukan operasi plastik dia akan mendapat wajah yang jauh lebih cantik dan sempurna, sehingga behavioral potential nya dia menjadi tidak berhenti untuk melakukan operasi plastik. Menjadi cantik dan sempurna adalah reinforcement value-nya dia, dimana ia berfikir bahwa dengan cantiknya itu akan banyak job yang mendatangi dia. Dengan melakukan operasi plastik, dia beranggapan bahwa dia sudah melakukan hal yang memang baik dan benar. Tetapi belum tentu orang lain berfikir hal yang sama dengan apa yang dipikirkannya. Itulah yang disebut sebagai psychological situation.
               Dari kasus diatas kami menyimpulkan bahwa freedom of movementnya tidak elastis karena dia tidak bertoleransi terhadap keinginannya, dia tetap bersikeras untuk operasi /suntik silikon agar menjadi seoarang yang cantik. Dia memiliki minimal goal value sangat tinggi yaitu menjadi cantik dan sempurna. Dia berusaha untuk mencapai goal tersebut yang ditandai dengan dipaksanya dokter untuk mengoperasi wajahnya.
               Dari dinamika kepribadian yang disampaikan oleh Rotter, kami akan mengurutkan ke enam psychological needs, berikut urutannya :
1.      Psychological comfort, dimana Hang ingin mendapatkan kepuasan fisik yaitu menjadi cantik dan sempurna dimata dia dan orang-orang disekitarnya.
2.      Love and affection needs, Karena Hang memiliki kebutuhan untuk diakui dan disenangi banyak orang dengan kecantikan dan kesempurnaan yang dimilikinya. Apalagi kebutuhan disenangi banyak orang sangat mendukung karir dia sebagai seorang model.
3.      Recognition / status needs, keinginan cantik Hang muncul karena dia ingin mendapat posisi sosial dan ingin menjadi lebih baik dari yang lainnya.
4.      Protection/ Dependency needs, merupakan kebutuhan untuk memiliki oranglain atau kelompok. Hang ingin cantik agar Jobnya sebagai model dapat tetap baik dan bahkan meningkat,sehingga ia semakin terkenal di dunia modeling. Dia merasa ketika menjadi cantik maka kelompok yang memodeli dia akan terus memakai dia sebagai modelnya.
5.      Dominance needs, menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu yang kita suruh, terlihat ketika dia menyuruh bahkan memaksa dokter untuk mengoperasi dan menyuntikkan silikon ke wajahnya
6.      Independent needs, dia ingin mencapai kepuasaan secara langsung tanpa perantara orang lain, memang pada awalnya dia membutuhkan dokter untuk mencapai kepuasannya yaitu menjadi cantik namun karena penolakan yang disampaikan dokternya kemudian Hang menyuntikkan silikon sendiri yang didapat dari pasar-pasar dan bahkan dia menyuntikkan minyak goreng ketika obat silikon itu telah habis dijual.
               Disini Hang termasuk kedalam internal locus of control karena dia percaya bahwa dia memiliki kontrol yang kuat dalam kehidupannya dan dia tidak mudah terpengaruh terhadap eksternal (lingkungannya). Dalam kasus ini dia tidak mendengarkan saran dokternya untuk tidak melakukan operasi dan suntik silikon tetapi dia tetap bersikeras untuk melakukannya dan pada akhirnya ia bertindak sendiri. Karena Hang yang lebih ke Internal locus of control maka ketika wajahnya mulai membengkak dan sangat menyeramkan ( efek silikon dan minyak goreng ) dia lebih menyalahkan dirinya sendiri. Dia sangat meyesali obsesinya yang tinggi untuk menjadi cantik dan sempurna. Seperti pada artikelnya dikatakan “Kini hidup Hang dipenuhi dengan penyesalan”.
               Interpersonal trust Hang ini rendah, karena dia tidak dapat memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap orang lain. Dia tidak percaya terhadap ucapan dokter yang mengatakan bahwa dia tidak bisa melakukan operasi karena sudah melampaui batas operasi. Dia lebih percaya kepada dirinya sendiri dan dia tetap melakukan suntik silikon untuk kepuasan dirinya.
               Dari sikap dan tindakan Hang dalam keinginannya yang bersikeras untuk melakukan operasi dan suntik silikon dapat disimpulkan dia berperilaku maladaptive yaitu reinforcement value dimana dia mempunyai goal yang terlalu tinggi sehingga dia merusak dirinya sendiri yaitu dengan menyuntikkan minyak goreng ke mukanya sendiri sebagai pengganti silikon .
Isu – isu penting yang disampaikan Rotter mengatakan bahwa freewill lebih besar pengaruhnya. Dari kasus, dapat dilihat bahwa Hang memiliki kebebasan untuk memilih operasi wajah dan menyuntikkan minyak goreng sebagai ganti silikon.walaupun ada pengaruh dari luar ( dokter ) tetapi menurut teori Rotter , Hang masih dapat memilih pengaruh itu apakah dituruti atau tidak.
Nurture lebih besar pengaruhnya daripada nature dimana pengalaman lah yang menuntun kita, dilihat dari kasus Hang, mungkin ia melihat pengalaman orang lain yang melakukan operasi bisa tampak cantik kemudian dia melakukan hal yang sama dengan cara yang berbeda.
Uniqueness lebih dominan daripada universality karena konsep Psychological Situation dimana individu yang berbeda akan mengartikan situasi yang sama secara berbeda. Hang yang menganggap operasi wajah dan suntik silikon adalah hal yang paling efektif untuk membuatnya cantik belum tentu oranglain beranggapan sama seperti Hang.
Growth lebih dominan daripada Equilibriumd , fokus kepada semua perilaku yang mengarah kepada tujuan hidup. Tujuan Hang adalah ingin cantik, perilakunya yaitu melakukan operasi secara terus menerus.
Optimism lebih dominan dari pesimism , kita bukan orang pasif yang terlalu berfokus pada masa lalu. Hang optimis akan apa yang dia lakukan. Dia optmis bisa tambah cantik walaupun tidak bisa lagi operasi sehingga dia menggunkan obat dari pasaran dan menyuntikkan minyak goreng ke wajahnya.

==================================================================

TUGAS KELOMPOK KREATIVITAS


Nama Kelompok :   

-         Hagar Larencia    ( 12-066 )
-         Hillary Pakpahan ( 12-097 )
PSYLAMPTIVE

Latar Belakang 
      
        Saat ini tidak jarang lagi kalau di kota Medan terjadi pemadaman listrik. Dalam pembuatan produk ini ( Emergency lamp with Batt), kami terinspirasi dari teman kami. Dia adalah seorang anak kost dimana peraturan di kost mereka, tidak diperbolehkan menyalakan lilin apabila listrik padam, karena ibu kostnya takut kebakaran. Padahal, teman kami takut dengan kegelapan pada saat ingin tidur. Maka, untuk menghilangkan rasa takutnya dia hanya ditemani oleh lampu dari handphonenya. Padahal, lampu handphone itu tidak bisa hidup lama.
Kasus teman kami di atas sesuai dengan teori Problem Based Learning, dimana Problem Based Learning adalah metode pembelajaran yang menggunakan masalah untuk memicu pembelajaran, sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Tim PDPT UI, 2005; Widjayakusumah, 2005).
Dari kasus teman kami di atas, kami mencoba mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berupa hal – hal apa yang harus kami lakukan untuk menciptakan hasil kreativitas dalam membantu teman kami tersebut. Kami mencoba untuk melakukan proses kreativitas berdasarkan teori Wallas ( Munandar, hal 39 ) dimana prosesnya berupa persiapan, inkubasi, iluminasi, verifikasi.
Awalnya kami melakukan persiapan, kemudian kami melakukan tahapan inkubasi, kami mencoba mengalihkan masalah yang ada dengan melakukan aktivitas yang lain ( main fb, makan, dll ), dari peralihan itu kemudian kami mendapatkan sebuah “ Insight ” yaitu berupa konsep – konsep sehingga muncullah ide untuk membuat Emergency Lamp With Batt dengan nama Psylamptiv dan tahap akhir adalah Verifikasi yaitu kami menguji ide – ide yang kami dapatkan apakah ide kami itu dapat dibuat menjadi sebuah objek yang dapat dilihat dan dirasakan manfaatnya secara realita.
        Sesuai dengan teori yang disampaikan Selo Soemardjan dimana kemampuan kreativitas individu adalah suatu hal yang tidak bisa lepas dari pengaruh masyarakat yang mengelilinginya. Nah, disini kita bisa melihat ibu kost teman kami yang tidak memberikan izin menyalakan lilin ketika listrik padam adalah peran masyarakat yang secara tidak langsung ibu kost teman kami sudah memberikan insight kepada kami untuk membuat Emergency Lamp With Batt  ini.
        Dari penjelasan kami diatas, kami telah melakukan dua dari pendekatan 4P yaitu person dan press. 
        Person dalam hal ini adalah ketika kami dalam kelompok memang memiliki keinginan tersendiri untuk menolong teman kami dan kami yakin kami mampu untuk membuat Emergency Lamp With Batt tersebut. Yang menjadi pressnya adalah dosen pengampu yang memberikan tugas ini kepada kami. Yang menjadi prosesnya dapat dilihat sebagai berikut :
        Emergency Lamp With Batt ini kami buat dengan menggunakan energi baterai agar tidak perlu menggunakan listrik. Lampu ini terbuat dari kawat-kawat yang dibentuk sedemikian rupa sesuai dengan yang diharapkan. Kelompok kami membuatnya dalam bentuk tabung. Kemudian setelah kawat dibentuk tabung, kami melapisi atau menutupinya dengan fiber. Setelah itu, kepala sendok akan ditempel di sekeliling fiber dengan beberapa celah disekitarnya (tidak tertutup semua ). Lampu ini dihiasi dengan kepala sendok karena akan membuatnya menjadi unik dan berbeda dengan lampu lainnya. Kemudia bohlamnya akan diletakkan di dalam atau tepat di tengah kawat-kawat tersebut. Lampu ini pun dapat dibuat sendiri karena cara pengerjaannya yang relatif mudah. Alat dan bahannya pun mudah didapatkan. 
        Dalam mempresentasikan produk ini, kami menggunakan konsep talkshow dan gambaran pembuatan produk ini akan ditampilkan dalam sebuah slide video yang diiringi lagu yang dinyanyikan sendiri oleh kelompok kami. Lagu yang digunakan adalah “Aku Pasti Bisa” by Citra Scholastika.
Alat dan Bahan 
Kawat Tipis dan kawat tebal
Lem tembak
Tang
Bohlam ( bebas warna )
Lakban
Fiber
Baterai
Kabel
Rumah baterai
Piloks ( bebas warna )
Sendok Plastik
Dan yang menjadi Produknya adalah ....................................... ( to be continued ) :)

Selasa, 15 Oktober 2013

Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat dalam Pengembangan Kreativitas Anak



Karakteristik Keluarga yang Kreatif

Pada dasarnya didalam mengembangkan tingkat kekreativan, seorang anak tersebut harus dilatih berdasarkan bakat yang dimiliki oleh anak. Peran orangtua dalam hal ini sangat dibutuhkan, agar kiranya anak dapat terkontrol  dan orangtua dapat membertitahu dan mengarahkan bakat sianak pada tempat dan fungsinya masing-masing. Dan yang paling penting orangtua selalu memberi motivasi kepada anak didalam berkarya sesuai dengan kemauan mereka.
Dalam penelitiannya Decay mengatakan bahwa terdapat kesimpulan yang dapat diambil mengenai beberapa karakteristik keluarga yang kreatif. Apabila seorang anak hidup didalam keluarga dimana orangtua mereka merupakan tergolong kreatif, maka anak mereka juga diatas rata-rata dalam kreativitas. Diddalam keluarga yang demikian orangtua tidak banyak menerapkan peraturan-peraturan yang berkaitan mengenai perilaku mereka.
Begitu halnya dalam keluarga saya, kedua orangtua saya tidak begitu menerapkan peraturan yang dapat mengekang saya. Mereka membebaskan saya untuk berkreasi dan melakukan apa yang saya anggap baik, dan tentu saja dalam jalurnya. Dikarenakan bapak saya merupakan seorang anggota TNI-AD, saya sering dibenahi bekal yang menurut saya dapat mengarahkan saya kedalam perbuatan kreatif. Contohnya: Ketika bapak saya menceritakan masa lalunya yang butuh perjuangan dan menurut saya lucu, mau tidak mau saya dalam hal ini sudah dituntut agar lebih kreatif dari bapak ssaya. Harus lebih mandiri dan dapat memanfaatkan yang ada. Kami tergolong keluarga yang selalu berpindah-pindah, dikarenakan bapak saya sering dipindah tugaskan. Selama ini saya dan keluarga sudah $ kali pindah rumah. Dan pada saat itu motivasi dan dorongan selalu terlontar dari orangtua saya. Dimana tetap dituntut untuk hidup kreatif, dalam hal ini kreatif dalam berteman, dalam beradaptasi dengan lingkungan dan sekolah.  Beruntung punya seorang abang pelawak, apabila saya lagi tidak bersemangat dalam sekolah baru saya, abang saya tidak segan dalam melontarkan humornya pada saya. Dan itu cukup memotivasi dan menghibur saya.


Karakteristik Guru dalam Pendidikan Anak Berbakat

Harus kita ketahui bahwa setiap anak, bukan hanya anak berbakat memerlukan guru yang baik yang kiranya dapat menuntun dan memotivasi si anak supaya lebih baik lagi. Dalam hal ini guru harus menentukan tujuan dan sasaran belajar. Membantu anak memahami nilai (nilai moral, nilai hidup dan nilai sosial), memilih pengalaman belajar dan menentukan metode dan strategi belajar.
Davis (dikutip Sisk,1987) mengatakan bahwa ciri-ciri guru sebaiknya, bersikap demokratis, ramah dan memberi perhatian, sabar, minat luas, penampilan yang menyenangkan, adil, tidak memihak, rasa humor, perilaku konsisten, memberi perhatian terhadap masalah anak, kelentran (fleksibilitsas), memnggunakan penghargaan dan pujian, dan kemahiran yang  luar biasa. Marker (1982) juga membagi karakteristik guru anak berbakat menjadi 3 kelompok: Filosofis, profesional dan pribadi. Karakteristik filosofi penting karna cara guru memandang pendidikan mempunyai dampak terhadap pendekatan mereka terhadap mengajar. Menurut Wellborn (dikutip Sisk, 1987) guru dapat mengalami kesulitan filosofis dengan upaya pengembangan kreativitas didalam kelas. Siswa yang berbakat yang kreatif melaporkan bahwa mereka didalam kelas dimarahi, dicemoohkan, dan tidak memperoleh tantangan dalam mengajar. Karakteristik profesional  dari guru dapat dikembangkan melalui pelatihan dalam jabatan (in-service training) seperti kemampuan untuk mempergunakan keterampilan dalam berkelompok,teknik dan strategi yang maju (advanced) dalammata ajaran tertentu,memberikan pelatihan dan memahami ilmu komputer. Karakteristik pribadi guru anak berbakat meliputi: motivasi, kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas, dan kelenturan. Keberhasilan dalam pengembangan program anak berbakat banyak bergantung dari guru yang memiliki keterampilan yang diperlukan, ciri-ciri oribadi dan filosofis yang menunjang tujuan program.
Saya jadi teringat salah seorang guru saya di zaman SMA dulu. Beliau bernama Mr. Sianipar. Beliau adalah guru bahasa Inggris kami pada zaman itu. Dia bisa dikatakan sudah mahir dalam memngajar. Masuk kedalam kelas tidak perlu membawa buku ditangannya. Dalam memngajar lancar meski tanpa buku. Sifar humoris beliau yang membuat siswa-siswanya tidak tegang dalam memasuki kelasnya, meskipun pada kenyataannya dia sosok yang tegas dalam kelas. Beliau dapat mengatur kapan dia mengeluarkan sifat humoris dia, kapan dia serius. Beliau pandai dalam memberi motivasi dan nasehat kepada siswa-siswanya. Satu pesan yang masih saya ingat pada saat ini “Hiduo santai ialah hidup bodoh”. Beliau mengatakan kalimat tersebut beberapa tahun lalu. Salah satu motivasi saya  sampai saat ini ialah kalimat tersebut. Hal tersebut dapat membangkitkan semangat saya apabila saya dalam keadaan yang tidak bersemangat. Beliau ialah guru favorit saya pada zaman SMA dulu.

Karakteristik Masyarakat yang Kreatif

Suatu masyarakat yang berdasarkan hukum-hukum yang adil, yang memungkinkan kondisi  ekonomi dan psikologis yang paling baik bagi warga negaranya, merupakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan kreartivitas. Gray (dikutip Arieti, 1976) menunjukkan bahwa masyarakat yang sehat dan sejahtera akan memupuk kreativitas.
Arieti mengemukakan 9 faktor sosiokultural yang “creativogenic”:
1.       Tersedianya saran kebudayaan
2.       Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan
3.       Penekanan kepada “becoming” (menjadi tumbuh), tidak hanya pada “being” (sekedar berada)
4.       Memberkan kesempatan bebas terhadap media kebudayaan bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi
5.       Timbulnya kebebasan setelah pengalaman tekanan dan tindasan yng keras
6.       Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan yang berbeda, bahkan kontras
7.       Toleransi dan minat terhadap pandanganyang divergen
8.       adanya interaksi antara pribadi-pribadi yang berarti
9.       Adanya insentif, penghargaan atauhadiah.
Carl Rogers (dalam Vernon, 1982) berdasarkan pengalamannya dalam psikoterapi menunjuk pada keamanan dari kebebasan psikologis sebagai kondisi eksternal yang memupuk kreativitas yang konatruktif. Tetapi lingkungan tersebut tetap harus mengandung tantangan bagi individu. Apabila seseorang sudah puas dengansegala sesuatu, maka ia cenderung untuk ingin mempertahankan situsi tersebut.
Bisa dikatakan sejak SD-SMA saya cuman sekali mengikuti  kursus didalam lingkungan saya. Yaitu kursus bahasa Inggris. Saya termasuk seseorang yang sudah merasa puas dengan apa yang sudah saya miliki. Saya sering menyepelekan keadaan-keadaan diluar sana yang pada kenyataannya dapat lebih meningkatkan semangat, kecerdasan bahkan kekreativan saya. Mungkin pada saat itu saya lebih melihat keaddaan teman saya yang sebagian besar tidak peduli dengan hal seperti itu, sehingga saya lebih menekankan dan mempertahankan hal seperti itu juga yang terjadi dalam kehidupan saya. Padahal pada saat itu fasilitas yang diberikan orangtua sudah memungkinkan untuk saya dapat mengikuti organisasi-organisasi yang ada didalam masyarakat saya pada saat itu, tapi itu tidak saya hiraukan. Sampai sekarang situasi tersebut membuat saya kurang dalam bermasyarakat, kurang ikut serta dalam  mengikuti organisasi-organisasi dan malas dalam mengikuti kursus-kursus yang ada dilingkungan. Tapoi seiring dengan berjalannya waktu lambat laun sifat tersebut sudaj mulai saya hilangkan. Saya ingin memulai mengikuti organisasi dan kursus dilingkungan saya pada saat ini.
Pada dasarnya setiap orang sudah dianugrahi oleh Tuhan memiliki kemampuan dan bakat masing-masing. tapi dalam hal tersebut, peran orangtua, guru  dan lingkungan sangat diperlukan untuk mengembangkan bakat dan kekreativan anak. Motivasi dan nasehat yang dapat memjukan semangat mereka sangat dibutuhkan.