Selasa, 15 Oktober 2013

Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat dalam Pengembangan Kreativitas Anak



Karakteristik Keluarga yang Kreatif

Pada dasarnya didalam mengembangkan tingkat kekreativan, seorang anak tersebut harus dilatih berdasarkan bakat yang dimiliki oleh anak. Peran orangtua dalam hal ini sangat dibutuhkan, agar kiranya anak dapat terkontrol  dan orangtua dapat membertitahu dan mengarahkan bakat sianak pada tempat dan fungsinya masing-masing. Dan yang paling penting orangtua selalu memberi motivasi kepada anak didalam berkarya sesuai dengan kemauan mereka.
Dalam penelitiannya Decay mengatakan bahwa terdapat kesimpulan yang dapat diambil mengenai beberapa karakteristik keluarga yang kreatif. Apabila seorang anak hidup didalam keluarga dimana orangtua mereka merupakan tergolong kreatif, maka anak mereka juga diatas rata-rata dalam kreativitas. Diddalam keluarga yang demikian orangtua tidak banyak menerapkan peraturan-peraturan yang berkaitan mengenai perilaku mereka.
Begitu halnya dalam keluarga saya, kedua orangtua saya tidak begitu menerapkan peraturan yang dapat mengekang saya. Mereka membebaskan saya untuk berkreasi dan melakukan apa yang saya anggap baik, dan tentu saja dalam jalurnya. Dikarenakan bapak saya merupakan seorang anggota TNI-AD, saya sering dibenahi bekal yang menurut saya dapat mengarahkan saya kedalam perbuatan kreatif. Contohnya: Ketika bapak saya menceritakan masa lalunya yang butuh perjuangan dan menurut saya lucu, mau tidak mau saya dalam hal ini sudah dituntut agar lebih kreatif dari bapak ssaya. Harus lebih mandiri dan dapat memanfaatkan yang ada. Kami tergolong keluarga yang selalu berpindah-pindah, dikarenakan bapak saya sering dipindah tugaskan. Selama ini saya dan keluarga sudah $ kali pindah rumah. Dan pada saat itu motivasi dan dorongan selalu terlontar dari orangtua saya. Dimana tetap dituntut untuk hidup kreatif, dalam hal ini kreatif dalam berteman, dalam beradaptasi dengan lingkungan dan sekolah.  Beruntung punya seorang abang pelawak, apabila saya lagi tidak bersemangat dalam sekolah baru saya, abang saya tidak segan dalam melontarkan humornya pada saya. Dan itu cukup memotivasi dan menghibur saya.


Karakteristik Guru dalam Pendidikan Anak Berbakat

Harus kita ketahui bahwa setiap anak, bukan hanya anak berbakat memerlukan guru yang baik yang kiranya dapat menuntun dan memotivasi si anak supaya lebih baik lagi. Dalam hal ini guru harus menentukan tujuan dan sasaran belajar. Membantu anak memahami nilai (nilai moral, nilai hidup dan nilai sosial), memilih pengalaman belajar dan menentukan metode dan strategi belajar.
Davis (dikutip Sisk,1987) mengatakan bahwa ciri-ciri guru sebaiknya, bersikap demokratis, ramah dan memberi perhatian, sabar, minat luas, penampilan yang menyenangkan, adil, tidak memihak, rasa humor, perilaku konsisten, memberi perhatian terhadap masalah anak, kelentran (fleksibilitsas), memnggunakan penghargaan dan pujian, dan kemahiran yang  luar biasa. Marker (1982) juga membagi karakteristik guru anak berbakat menjadi 3 kelompok: Filosofis, profesional dan pribadi. Karakteristik filosofi penting karna cara guru memandang pendidikan mempunyai dampak terhadap pendekatan mereka terhadap mengajar. Menurut Wellborn (dikutip Sisk, 1987) guru dapat mengalami kesulitan filosofis dengan upaya pengembangan kreativitas didalam kelas. Siswa yang berbakat yang kreatif melaporkan bahwa mereka didalam kelas dimarahi, dicemoohkan, dan tidak memperoleh tantangan dalam mengajar. Karakteristik profesional  dari guru dapat dikembangkan melalui pelatihan dalam jabatan (in-service training) seperti kemampuan untuk mempergunakan keterampilan dalam berkelompok,teknik dan strategi yang maju (advanced) dalammata ajaran tertentu,memberikan pelatihan dan memahami ilmu komputer. Karakteristik pribadi guru anak berbakat meliputi: motivasi, kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas, dan kelenturan. Keberhasilan dalam pengembangan program anak berbakat banyak bergantung dari guru yang memiliki keterampilan yang diperlukan, ciri-ciri oribadi dan filosofis yang menunjang tujuan program.
Saya jadi teringat salah seorang guru saya di zaman SMA dulu. Beliau bernama Mr. Sianipar. Beliau adalah guru bahasa Inggris kami pada zaman itu. Dia bisa dikatakan sudah mahir dalam memngajar. Masuk kedalam kelas tidak perlu membawa buku ditangannya. Dalam memngajar lancar meski tanpa buku. Sifar humoris beliau yang membuat siswa-siswanya tidak tegang dalam memasuki kelasnya, meskipun pada kenyataannya dia sosok yang tegas dalam kelas. Beliau dapat mengatur kapan dia mengeluarkan sifat humoris dia, kapan dia serius. Beliau pandai dalam memberi motivasi dan nasehat kepada siswa-siswanya. Satu pesan yang masih saya ingat pada saat ini “Hiduo santai ialah hidup bodoh”. Beliau mengatakan kalimat tersebut beberapa tahun lalu. Salah satu motivasi saya  sampai saat ini ialah kalimat tersebut. Hal tersebut dapat membangkitkan semangat saya apabila saya dalam keadaan yang tidak bersemangat. Beliau ialah guru favorit saya pada zaman SMA dulu.

Karakteristik Masyarakat yang Kreatif

Suatu masyarakat yang berdasarkan hukum-hukum yang adil, yang memungkinkan kondisi  ekonomi dan psikologis yang paling baik bagi warga negaranya, merupakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan kreartivitas. Gray (dikutip Arieti, 1976) menunjukkan bahwa masyarakat yang sehat dan sejahtera akan memupuk kreativitas.
Arieti mengemukakan 9 faktor sosiokultural yang “creativogenic”:
1.       Tersedianya saran kebudayaan
2.       Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan
3.       Penekanan kepada “becoming” (menjadi tumbuh), tidak hanya pada “being” (sekedar berada)
4.       Memberkan kesempatan bebas terhadap media kebudayaan bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi
5.       Timbulnya kebebasan setelah pengalaman tekanan dan tindasan yng keras
6.       Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan yang berbeda, bahkan kontras
7.       Toleransi dan minat terhadap pandanganyang divergen
8.       adanya interaksi antara pribadi-pribadi yang berarti
9.       Adanya insentif, penghargaan atauhadiah.
Carl Rogers (dalam Vernon, 1982) berdasarkan pengalamannya dalam psikoterapi menunjuk pada keamanan dari kebebasan psikologis sebagai kondisi eksternal yang memupuk kreativitas yang konatruktif. Tetapi lingkungan tersebut tetap harus mengandung tantangan bagi individu. Apabila seseorang sudah puas dengansegala sesuatu, maka ia cenderung untuk ingin mempertahankan situsi tersebut.
Bisa dikatakan sejak SD-SMA saya cuman sekali mengikuti  kursus didalam lingkungan saya. Yaitu kursus bahasa Inggris. Saya termasuk seseorang yang sudah merasa puas dengan apa yang sudah saya miliki. Saya sering menyepelekan keadaan-keadaan diluar sana yang pada kenyataannya dapat lebih meningkatkan semangat, kecerdasan bahkan kekreativan saya. Mungkin pada saat itu saya lebih melihat keaddaan teman saya yang sebagian besar tidak peduli dengan hal seperti itu, sehingga saya lebih menekankan dan mempertahankan hal seperti itu juga yang terjadi dalam kehidupan saya. Padahal pada saat itu fasilitas yang diberikan orangtua sudah memungkinkan untuk saya dapat mengikuti organisasi-organisasi yang ada didalam masyarakat saya pada saat itu, tapi itu tidak saya hiraukan. Sampai sekarang situasi tersebut membuat saya kurang dalam bermasyarakat, kurang ikut serta dalam  mengikuti organisasi-organisasi dan malas dalam mengikuti kursus-kursus yang ada dilingkungan. Tapoi seiring dengan berjalannya waktu lambat laun sifat tersebut sudaj mulai saya hilangkan. Saya ingin memulai mengikuti organisasi dan kursus dilingkungan saya pada saat ini.
Pada dasarnya setiap orang sudah dianugrahi oleh Tuhan memiliki kemampuan dan bakat masing-masing. tapi dalam hal tersebut, peran orangtua, guru  dan lingkungan sangat diperlukan untuk mengembangkan bakat dan kekreativan anak. Motivasi dan nasehat yang dapat memjukan semangat mereka sangat dibutuhkan.

1 komentar: