Karakteristik Keluarga yang Kreatif
Pada dasarnya
didalam mengembangkan tingkat kekreativan, seorang anak tersebut harus dilatih
berdasarkan bakat yang dimiliki oleh anak. Peran orangtua dalam hal ini sangat
dibutuhkan, agar kiranya anak dapat terkontrol
dan orangtua dapat membertitahu dan mengarahkan bakat sianak pada tempat
dan fungsinya masing-masing. Dan yang paling penting orangtua selalu memberi
motivasi kepada anak didalam berkarya sesuai dengan kemauan mereka.
Dalam
penelitiannya Decay mengatakan bahwa terdapat kesimpulan yang dapat diambil
mengenai beberapa karakteristik keluarga yang kreatif. Apabila seorang anak
hidup didalam keluarga dimana orangtua mereka merupakan tergolong kreatif, maka
anak mereka juga diatas rata-rata dalam kreativitas. Diddalam keluarga yang
demikian orangtua tidak banyak menerapkan peraturan-peraturan yang berkaitan
mengenai perilaku mereka.
Begitu halnya
dalam keluarga saya, kedua orangtua saya tidak begitu menerapkan peraturan yang
dapat mengekang saya. Mereka membebaskan saya untuk berkreasi dan melakukan apa
yang saya anggap baik, dan tentu saja dalam jalurnya. Dikarenakan bapak saya
merupakan seorang anggota TNI-AD, saya sering dibenahi bekal yang menurut saya
dapat mengarahkan saya kedalam perbuatan kreatif. Contohnya: Ketika bapak saya
menceritakan masa lalunya yang butuh perjuangan dan menurut saya lucu, mau
tidak mau saya dalam hal ini sudah dituntut agar lebih kreatif dari bapak
ssaya. Harus lebih mandiri dan dapat memanfaatkan yang ada. Kami tergolong
keluarga yang selalu berpindah-pindah, dikarenakan bapak saya sering dipindah
tugaskan. Selama ini saya dan keluarga sudah $ kali pindah rumah. Dan pada saat
itu motivasi dan dorongan selalu terlontar dari orangtua saya. Dimana tetap
dituntut untuk hidup kreatif, dalam hal ini kreatif dalam berteman, dalam
beradaptasi dengan lingkungan dan sekolah.
Beruntung punya seorang abang pelawak, apabila saya lagi tidak
bersemangat dalam sekolah baru saya, abang saya tidak segan dalam melontarkan
humornya pada saya. Dan itu cukup memotivasi dan menghibur saya.
Karakteristik Guru dalam Pendidikan
Anak Berbakat
Harus kita
ketahui bahwa setiap anak, bukan hanya anak berbakat memerlukan guru yang baik
yang kiranya dapat menuntun dan memotivasi si anak supaya lebih baik lagi.
Dalam hal ini guru harus menentukan tujuan dan sasaran belajar. Membantu anak
memahami nilai (nilai moral, nilai hidup dan nilai sosial), memilih pengalaman
belajar dan menentukan metode dan strategi belajar.
Davis (dikutip
Sisk,1987) mengatakan bahwa ciri-ciri guru sebaiknya, bersikap demokratis,
ramah dan memberi perhatian, sabar, minat luas, penampilan yang menyenangkan,
adil, tidak memihak, rasa humor, perilaku konsisten, memberi perhatian terhadap
masalah anak, kelentran (fleksibilitsas), memnggunakan penghargaan dan pujian,
dan kemahiran yang luar biasa. Marker
(1982) juga membagi karakteristik guru anak berbakat menjadi 3 kelompok: Filosofis,
profesional dan pribadi. Karakteristik filosofi penting karna cara guru
memandang pendidikan mempunyai dampak terhadap pendekatan mereka terhadap
mengajar. Menurut Wellborn (dikutip Sisk, 1987) guru dapat mengalami kesulitan
filosofis dengan upaya pengembangan kreativitas didalam kelas. Siswa yang
berbakat yang kreatif melaporkan bahwa mereka didalam kelas dimarahi,
dicemoohkan, dan tidak memperoleh tantangan dalam mengajar. Karakteristik
profesional dari guru dapat dikembangkan
melalui pelatihan dalam jabatan (in-service training) seperti kemampuan untuk
mempergunakan keterampilan dalam berkelompok,teknik dan strategi yang maju
(advanced) dalammata ajaran tertentu,memberikan pelatihan dan memahami ilmu
komputer. Karakteristik pribadi guru anak berbakat meliputi: motivasi,
kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas, dan kelenturan. Keberhasilan
dalam pengembangan program anak berbakat banyak bergantung dari guru yang
memiliki keterampilan yang diperlukan, ciri-ciri oribadi dan filosofis yang
menunjang tujuan program.
Saya jadi
teringat salah seorang guru saya di zaman SMA dulu. Beliau bernama Mr.
Sianipar. Beliau adalah guru bahasa Inggris kami pada zaman itu. Dia bisa
dikatakan sudah mahir dalam memngajar. Masuk kedalam kelas tidak perlu membawa
buku ditangannya. Dalam memngajar lancar meski tanpa buku. Sifar humoris beliau
yang membuat siswa-siswanya tidak tegang dalam memasuki kelasnya, meskipun pada
kenyataannya dia sosok yang tegas dalam kelas. Beliau dapat mengatur kapan dia
mengeluarkan sifat humoris dia, kapan dia serius. Beliau pandai dalam memberi
motivasi dan nasehat kepada siswa-siswanya. Satu pesan yang masih saya ingat
pada saat ini “Hiduo santai ialah hidup bodoh”. Beliau mengatakan kalimat
tersebut beberapa tahun lalu. Salah satu motivasi saya sampai saat ini ialah kalimat tersebut. Hal
tersebut dapat membangkitkan semangat saya apabila saya dalam keadaan yang
tidak bersemangat. Beliau ialah guru favorit saya pada zaman SMA dulu.
Karakteristik Masyarakat yang
Kreatif
Suatu
masyarakat yang berdasarkan hukum-hukum yang adil, yang memungkinkan
kondisi ekonomi dan psikologis yang
paling baik bagi warga negaranya, merupakan lingkungan yang kondusif untuk
pertumbuhan kreartivitas. Gray (dikutip Arieti, 1976) menunjukkan bahwa masyarakat
yang sehat dan sejahtera akan memupuk kreativitas.
Arieti mengemukakan 9 faktor
sosiokultural yang “creativogenic”:
1.
Tersedianya saran kebudayaan
2.
Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan
3.
Penekanan kepada “becoming” (menjadi tumbuh), tidak hanya
pada “being” (sekedar berada)
4.
Memberkan kesempatan bebas terhadap media kebudayaan bagi
semua warga negara, tanpa diskriminasi
5.
Timbulnya kebebasan setelah pengalaman tekanan dan tindasan
yng keras
6.
Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan yang berbeda,
bahkan kontras
7.
Toleransi dan minat terhadap pandanganyang divergen
8.
adanya interaksi antara pribadi-pribadi yang berarti
9.
Adanya insentif, penghargaan atauhadiah.
Carl Rogers
(dalam Vernon, 1982) berdasarkan pengalamannya dalam psikoterapi menunjuk pada
keamanan dari kebebasan psikologis sebagai kondisi eksternal yang memupuk
kreativitas yang konatruktif. Tetapi lingkungan tersebut tetap harus mengandung
tantangan bagi individu. Apabila seseorang sudah puas dengansegala sesuatu,
maka ia cenderung untuk ingin mempertahankan situsi tersebut.
Bisa dikatakan sejak
SD-SMA saya cuman sekali mengikuti kursus
didalam lingkungan saya. Yaitu kursus bahasa Inggris. Saya termasuk seseorang
yang sudah merasa puas dengan apa yang sudah saya miliki. Saya sering
menyepelekan keadaan-keadaan diluar sana yang pada kenyataannya dapat lebih
meningkatkan semangat, kecerdasan bahkan kekreativan saya. Mungkin pada saat
itu saya lebih melihat keaddaan teman saya yang sebagian besar tidak peduli
dengan hal seperti itu, sehingga saya lebih menekankan dan mempertahankan hal
seperti itu juga yang terjadi dalam kehidupan saya. Padahal pada saat itu
fasilitas yang diberikan orangtua sudah memungkinkan untuk saya dapat mengikuti
organisasi-organisasi yang ada didalam masyarakat saya pada saat itu, tapi itu
tidak saya hiraukan. Sampai sekarang situasi tersebut membuat saya kurang dalam
bermasyarakat, kurang ikut serta dalam
mengikuti organisasi-organisasi dan malas dalam mengikuti kursus-kursus
yang ada dilingkungan. Tapoi seiring dengan berjalannya waktu lambat laun sifat
tersebut sudaj mulai saya hilangkan. Saya ingin memulai mengikuti organisasi
dan kursus dilingkungan saya pada saat ini.
Pada dasarnya
setiap orang sudah dianugrahi oleh Tuhan memiliki kemampuan dan bakat
masing-masing. tapi dalam hal tersebut, peran orangtua, guru dan lingkungan sangat diperlukan untuk mengembangkan
bakat dan kekreativan anak. Motivasi dan nasehat yang dapat memjukan semangat
mereka sangat dibutuhkan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus