Selamat Malam,,, dalam rangka memenuhi tugas akhir Psikologi Industri dan Organisasi dikampus, kami mahasiswa Fak. Psikologi USU diberi tugas membuat makalah untuk memenuhinya,,, Hanya sekedar menshare, apabila bagi yg membaca bermakna dan berniat mengaplikasikannya, saya sungguh sanga senang,, berikut saya lampirkan,,, :)
MOTIVASI KERJA
O
L
E
H
HILLARY
PAKPAHAN
121301097
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI
.................................................................................................................. .........2
KATA
PENGANTAR................................................................................................... .........3
BAB
1
PENDAHULUAN....................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
BAB II
ISI
..............................................................................................................................................6
1.1 DEFINISI
MOTIVASI KERJA
1.2 TEORI-TEORI
DALAM MOTIVASI KERJA
1.3 KINERJA
KARYAWAN
1.4 MODEL
PENGUATAN DALAM MOTIVASI KERJA
1.5 HUBUINGAN
KEPEMIMPIAN DENGAN MOTIVASI KERJA
1.6 PERSEPSI
TENTANG GAYA KEPEMIMPINAN DISEKOLAH YANG MENGARAH KEPADA MOTIVASI KERJA
1.7 HUBUNGAN
MOTIVASI KERJA DALAM PELAYANAN PUBLIK
1.8 ALAT-ALAT
MOTIVASI
BAB III
KESIMPULAN
......................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23
LAMPIRAN
...........................................................................................................................25
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karna berkat dan
karunianya akhirnya saya bisa mengerjakan dan menyelesaikan makalah MOTIVASI
KERJA ini.
Adapun
kegunaan dari makalah ini saya kerjakan yaitu untuk memenuhi dan menyelesaikan
tugas akhir Psikologi Industri dan Organisasi di Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
Tidak
lupa juga saya menyampaikan terimakasih kepada dosen pengampu Psikologi
Industri dan Organisasi, karena telah memberikan tugas ini kepada saya dan
menambah pengetahuan saya mengenai motivasi kerja dikalangan lingkungan kerja.
Dan tidak lupa juga saya mengucapkan terimaksih kepada orangtua kami karna
dengan senantiasa mendukung kami dalam hal perkuliahan kami.
Saya selaku penyusun
sadar akan ketidaksempurnaan dan kekurangan dalam makalah ini baik dalam hal
sistem penyusunan maupun materinya. Oleh sebab itu kami sangat berharap atas
kritik dan saran yang membangun guna mengembangkan pengetahuan kita bersama dan
penunjang lebih baik lagi untuk makalah selanjutnya.
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kemajuan
suatu bangsa tidak dapat lepas dari sumber daya manusia yang dimiliki oleh
bangsa tersebut. Baik buruknya kualitas sumber daya manusia yang ada menjadi
tolok ukur majunya perkembangan suatu bangsa. Adapun sarana yang dapat
mempengaruhi baik tidaknya kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh baik
tidaknya sistem pendidikan dan sistem
pekerjaan yang ada, hal ini tentunya memerlukan upaya secara terus menerus dari
pemerintah baik daerah maupun pusat untuk menjamin terselenggaranya
pendidikan dan sistem pekerjaan yang
bermutu bagi setiap warga negaranya
.Pada
saat memimpin suatu perusahaan atau memimpin suatu isnstitusi pendidikan seorang pemimpin harus memiliki dimensi
kepemimpinan yang diyakini kebenarannya dan dapat dijadikan landasan bekerja
sehari-hari, yaitu dimensi kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Istilah
hubungan manusiawi menyatakan bahwa manusia atau karyawan diperlakukan dengan
baik, adanya tenggang rasa, kesejahteraan karyawan diperhatikan dan sebuah
lingkungan kerja yang menyenangkan. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap
motivasi karyawan untuk bekerja lebih giat lagi sehingga karyawan akan merasa
sangat puas, produktivitas kerja karyawan akan meningkan dan menghasilkan kinerja
yang baik pula.
Melalui gaya
kepemimpinan, diharapkan motivasi kerja karyawan akan meningkat. Motivasi kerja
karyawan disini adalah harapan-harapanyang dimiliki oleh karyawan tersebut.
Daya penggerak yang memotivasi kerja itu tergantung dari harapan yang
diperoleh. Jika harapan menjadi kenyataan, maka karyawan akan cendrung
meningkat kualitasnya. Menurut Victor H Vroom (teori harapan) dalam Robbins
(2007:67) menyatakan bahwa kekuatan dari kecendrungan untuk bertindak dengan
cara tertentu tergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan
tersebut akan diikuti dengan hasil tertentu serta pada daya tarik hasil
tersebut bagi individu. Jadi motivasi kerja karyawan dan tenaga kerja
pendidik tergantung pada seberapa besar
pekerjaan tersebut dapat memenuhi harapannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dalam topik ini
adalah sebagai berikut.
1.
Apa yang dimaksud dengan motivasi kerja?
2. Apa saja motivasi kerja disuatu perusahaan dan disuatu
institusi pendidikan?
3. Bagaimana peran
kepemimpinan untuk motivasi kerja?
4. Bagaimana cara
menetapkan pendekatan (cara) itu?
1.3 TUJUAN
1. Dapat
memahami dan mengerti pengertian
motivasi kerja.
2. Dapat
mengetahui pendekatan-pendekatan (cara) yang dianjurkan.
3. Mengetahui
peran kepemimpinan didalam motivasi kerja.
4. Dapat
mengaplikasikan pendekatan-pendekatan itu dalam dunia kerja dan pendidikan agar
dapat semakin termotivasi dalam pekerjaan.
BAB
II
ISI
1.1 DEFINISI MOTIVASI KERJA
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, motivasi adalah :
a)
Dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk sadar atau tidak sadar melakukan
suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
b) Usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok orang tertentu tergerak untuk melakukan sesuatu karena ingin mencapai
tujuan yang dikehendakinya untuk mendapatkan kepuasan dengan perbuatannya.
MC
Donald (Martinis Yamin dan Maisah, 2010:84), motivasi adalah suatu perubahan
energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan
dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah
kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat di dalam pribadi seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Proses timbulnya motivasi seseorang merupakan gabungan dari konsep kebutuhan,
dorongan, tujuan dan imbalan.
1.2
Teori-teoori dalam motivasi kerja
1.2.1
Teori Harapan Vroom
Teori ini dikembangkan
oleh Victor H. Vroom dalam Luthans (2006:287), “model ini dirancang untuk
membantu manajemen memahami dan menganalisis mortivasi karyawan dan
mengidentifikasi beberapa variabel yang relevan”.selain itu, dalam teori ini
mengusahakan agar setiap pekerja mau bekerja giat sesuai harapan. Daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja itu tergantung dari harapan yang
diperolehnya.
.
Oleh karena itu, Vroom dalam Robbins (2007:67) dengan ini mengemukakan tiga variabel berikut ini:
1. Daya
tarik : Pentingnya individu mengharapkan outcome
dan penghargaan yang mungkin dapat dicapai dalam bekerja. Variabel ini
mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan individu yang tidak terpuaskan.
2. Kaitan
kinerja-penghargaan: Keyakinan individu bahwa dengan menunjukkan kinerja pada
tingkat tertentu akan mencapai outcome
yang diinginkan.
Kaitan
upaya-kinerja: Probabilitas yang diperkirakan oleh individu bahwa dengan menggunakan sejumlah upaya tertentu akan
menghasilkan kinerja.
Gambar1.
Model Harapan yang Disederhanakan
Penjelasan dari model di atas
sebagai berikut:
1. Outcome
apa yang ditawarkan oleh pekerjaan kepada karyawan? Outcome tersebut mungkin positif, seperti: gaji, keamanan,
persahabatan, kepercayaan, tunjangan tambahan, kesempatan untuk menggunakan
bakat atau keterampilan dan hubungan yang menyenangkan.
2. Seberapa
besar daya tarik outcome tersebut
bagi karyawan? Hal ini merupakan isu internal bagi individu yang membentuk
sikap, kepribadian dan kebutuhan individu. Individu yang mendapatkan outcome sebagai hal yang menarik
(positif) dan akan cendrung untuk suka mencapainya. Berbeda dengan yang
menanggapi dengan pandangan negatif, karyawan cendrung untuk tidak mencapainya
atau dapat juga dikatakan bermalas-malasan.
3. Jenis
perilaku apa yang harus ditunjukkan karyawan untuk mencapai outcome tersebut? Outcome tersebut tidak
munggin mempunyai efek pada kinerja karyawan individu kecuali jika karyawan
tersebut tahu, dengan jelas dan tanpa keraguan, apa yang harus dia lakukan
untuk mencapainya. Sebagai contoh, apa yang dilakukan yang berkaitan dengan
penilaian kinerja? Pada kriteria apa kinerja karyawan akan dinilai?
4. Bagaimana
karyawan memandang kesempatan yang diberikan kepadanya? Setelah karyawan
mempertimbangkan kompetensi diri dan kemampuannya untuk mengendalikan
variabel-variabel yang akan menentukan kesuksesannya, mungkin apa yang dia
harapkan dari kesuksesannya.
1.2.2
Teori Motivasi Berprestasi McClelland
Kebutuhan
pencapaian (n'Ach) adalah hipotesis menjadi kebutuhan
belajar yang baik atau tidak dikembangkan di masa kanak-kanak. Menurut
McClelland (1961), orang-orang dengan kebutuhan untuk pencapaian akan lebih
berupaya untuk bekerja dibanding dengan orang tanpa kebutuhan ini (hal-hal lain
dianggap sama). Hal ini memotivasi keinginan untuk pencapaian seimbang terhadap
keinginan untuk menghindari kegagalan, bagaimanapun, perilaku dapat diarahkan
pada tujuan-tujuan perantara, bukan kesulitan tinggi.
Kebutuhan
pencapaian teori motivasi kerja telah lebih sukses dari sudut pandang empiris
daripada teori-teori kebutuhan yang didasarkan pada hipotesis Maslow. Tampaknya
ada hubungan antara mengukur kebutuhan dan perilaku kerja tertentu, dan ini
tetap menjadi area yang cukup aktif bagi
penelitian psikologi I/O.
1.2.3 Kepribadian dan Motivasi
Kemajuan
konseptual dan empiris dalam studi kepribadian telah menjadikan test
kepribadian sebagai salah satu cara menyaring dan menyeleksi karyawan. Jika tes
ini berlaku untuk seleksi dalam beberapa situasi, maka kepribadian berhubungan
pada performa kerja dalam situasi ini.Beberapa penelitan menyarankan
kemungkinan yang menarik. Pertama, traits yang spesifik seperti kewaspadaan (
e.g, Barrick & Mount, 1991) dan disiplin diri (e.g, McHenry, Hough, Toquam,
Hanson, & ashworth, 1990) telah menemukan hubungan positif antara performa
kerja dengan pekerjaannya. Kedua, peneliti telah menemukan beberapa variable
tipe kepribadian individu yang berbeda (seperti self-awareness yang tinggi)
yang diasosiasikan dengan Self Regulation yang baik akan mempengaruhi individu
dalam menyelesaikan tugasnya (e.g, Campion & Lord, 1982; Kuhl, 1985).
Ketiga, kesulitan tujuan yang ditetapkan individu untuk diri mereka sendiri
mungkin berhubungan dengan ciri-ciri kepribadian tertentu (e.g, Gellatly,
1996).Terakhir, seperti yang telah dijelaskan oleh Kanfer (1994), beberapa
peneliti mulai mengeksplorasi hubungan antara variabel kepribadian dan mengolah
informasi kognitif karena mempengaruhi kinerja tugas yang kompleks.
Memang
terlalu dini untuk berbicara tentang teori kepribadian motivasi yang
sebenarnya, tetapi literatur pada subjek menjelaskan bahwa kepribadian dapat
menambahkan sesuatu yang baru pada kemampuan psikolog I/O untuk memprediksi
perbedaan dalam upaya bahwa seseorang berusaha dalam perilaku kerja yang
efektif.
1.2.4 TEORI KOGNITIF MOTIVASI
KERJA
Ada 3 teori kognitif Motivasi Kerja ini yaitu:
1. General Expectancy Theory
General
Expectancy Theory didasarkan pada
premis bahwa hal itu adalah harapan bahwa upaya yang diberikan dalam kegiatan
tertentu akan mengakibatkan hasil yang diinginkan yang menentukan motivasi. General Expectancy Theory adalah teori
harapan dimana individu berharap bahwa usaha yang dilakukannya akan membawa
hasil dan bisa meningkatkan motivasinya. Ada empat variabel yang berinteraksi
dalam sebuah mode perkalian untuk menghasilkan tingkat usaha tertentu.
1.
Effort-performance ecpectancy.
Harapan ini adalah keyakinan bahwa usaha akan melunasi dalam tingkat kinerja
yang diinginkan. Hal ini diungkapkan dalam pernyataan resmi sebagai kemungkinan
mulai dari nol sampai 1,00. Probabilitas ini sangat dipengaruhi oleh, persepsi
orang terhadap keterampilan dan pengetahuan pekerjaannya, harapan orang lain
dan dukungan yang diberikan oleh kondisi kerja, rekan kerja, dan variabel
lingkungan lainnya. Usaha akan dibayar pada level performa yang diinginkan
2.
Performance-outcome expectancy. Ini
adalah konsep probabilitas mirip denganeffort-performance
expectancy, tetapi performance oucome
expectancy ini mencerminkan keyakinan bahwa kinerja akan diikuti oleh
tujuan tertentu, atau level pertama, yaitu outcomes.
Outcomes ini meliputi segalanya mulai
dari meningkatkan promosi, dan rasa keberhasilan atas pengakuan, lebih banyak
pekerjaan, dan waktu kerja yang lebih lama. Harapan-harapan sebagai mana hasil
ini cenderung mengikuti tingkat kinerja tertentu tergantung pada tingkat yang
cukup tentang apa yang telah terjadi kepada individu dan kepada orang lain di masa
lalu. Harapan bahwa usaha yang dilakukan individu akan memabawa kepada outcomes yang baik.
3.
Instrumentality.. Instrumentality merujuk pada kegunaan
dari satu perilaku atau outcome untuk
mencapai sesuatu yang lain yang dinilai; ini merefleksikan bahwa ada hubungan
antara dua hal. Seorang individu yang percaya bahwa ada hubungan yang kuat
antara tingkat usahanya di tempat kerja dan jumlah uang yang ia dapat membuat personal efffort merasakan memiliki
nilai instrumental yang tinggi (kegunaan) untuk mencapai level pertama dari
pekerjaan (uang).
Nilai
instrumental ini sangat relevan untuk mancapi level kedua dari pekerjaan. Bonus
(outcome level pertama) dapat
meningkatkan status sosial di lingkungan tempat tinggalnya (outcome level kedua) dengan bergabung ke
klub yang prestisius, misalnya.
4.
Value. Baik outcomes level pertama dan outcomes
level kedua memiliki nilai-nilai terkait (kadang-kadang disebut valensi),
sebuah variabel yang merefleksikan bagaimana menariknya outcomes bagi individu. Kenaikan (hasil tingkat pertama) yang
berlangsung dengan promosi dapat memiliki nilai positif yang tinggi karena itu
merupakan instrumen yang bernilai positif dalam mencapai tingkat kedua hasil
bagi karyawan, seperti standar hidup yang lebih baik. Tetapi promosi jabatan
ini juga memiliki nilai yang negatif, yaitu ketika jam kerja mulai bertambah
lama ynag mengakibatkan waktu untuk luang individu semakin berkurang.
Bersama-sama,
effort-performance ecpectancy, performance-outcome expectancydan values ditempatkan pada outcome level pertama dan outcome level keduadimana usaha
merupakan nilai instrumental untuk
menentukan motivasi.
2. Balance Theory : Adams’s Equity Theory
Pemikiran dasar dibalik teori kognitif dari motivasi kerja yang disebut
teori keseimbangan adalah apa yang kebanyakan orang berusaha untuk
menyeimbangkan antara usaha dan hasilnya. Versi yang paling bagus dari
pendekatan motivasi ini adalah Teori Equity dari Adam (1963, 1965). Menurut
Adam, orang membandingkan output dan input mereka dengan orang lain. Outcome
termasuk pembayaran, status dan tingkat pekerjaan. Input yang penting adalah
skill, pengetahuan, pengalaman, lama bekerja, dan pendidikan. Perbandingannya
seperti ini:
Self-outcomes Other’s outcomes
Self-inputs Other’s inputs
Jika karyawan bisa
mengganti kata versus dengan kata equal (seimbang), inilah yang
disebut keadilan dan teori memprediksikan bahwa individu ini akan melanjutkan
tingkat pekerjaanya dan performanya.
Menurut teori
Inequity, suatu perasaan tidak seimbang akan outcomes dan inputs diri relative
terhadap orang lain membawa keseimbangan kembali. Tabel dibawah menunjukkan penambahan
usaha yang diprediksi oleh teori dibawah kondisi tidak adil dijelaskan dalam
jumlah pembayaran untuk pekerjaan.
Prediksi Teori Keseimbangan akan Respon Karyawan dengan Pembayaran yang
Tidak Adil
|
Underpayment
|
Overpayment
|
Hourly Payment
|
Subjek yang dibayar kurang dari jam kerja akan menghasilkan kualitas
rendah daripada yang dibayar sesuai
|
Subjek yang dibayar lebih dari jam kerja akan menghasilkan ouput dengan
kulaitas tinggi daripada yang dibayar sesuai
|
Piece-Rate Payment
|
Subjek yang dibayar kurang dari perbagian akan menghasilkan banyak barang
kualitas rendah..
|
Subjek yang dibayar lebih akan menghasilkan lebih sedikit barang berkualitas
yang lebih tinggi
|
Dua kondisi yang tidak seimbang muncul dalam table. Pembayaran yang
kurang (underpayment) adalah kondisi dimana payment diterima kurang dari produksi. Teori Equity memprediksikan
bahwa kuantitas dan kualitas atau keduanya akan menurun, tergantung dari basis
pembayaran. Sebaliknya kelebihan pembayaran (overpayment) adalah ketidakseimbangan situasi dimana outcomes diterima lebih dari
kontribusinya. Dalam kasus ini, teori tersebut memprediksi bahwa kuantitas atau
kualitas akan meningkat.
Tidak semua yang tidak mampu
membenarkan ketidakseimbangan kompensasi yang diterima dalam situasi pekerjaan meninggalkan pekerjaan mereka.
Beberapa tidak mampu, beberapa sepertinya tidak sensitif dengan
ketidakseimbangan. Sementara banyak orang akan mengatakan mereka lebih suka
dunia dimana orang diperlakukan adil, ada beberapa orang yang percaya meraka
harus ada relative dari pada orang lain.
Procedural justice adalah istilah digunakan untuk menjelaskan kejujuran dari proses dimana
keputusan dari sebuah tindakan diambil. Persepsi prosedur yang curang sering
membuat orang merasa bermusuhan dan marah.
Ada banyak aktvitas organisasi dimana
prinsip procedural yang adil bisa diaplikasikan. Diantaranya yang penting
adalah seleksi (termasuk seleksi untuk naik pangkat), penilaian performa,
menentukan gaji dan bonus, serta pengaturan performa standar.
3. Locke’s Goal Setting Theory
Pendapat bahwa prilaku manusia memiliki tujuan adalah
pusat prinsip dari goal-setting yang muncul untuk motivasi: orang men-set
tujuan untuk mereka sendiri dan mereka termotivasi untuk bekerja menuju tujuan
mereka karena mendapatkannya merupakan penghargaan. Aplikasi terkenal dari
gagasan ini adalah Locke (1968), yang mengatakan bahwa orang yang men-set diri
mereka sendiri untuk tujuan yang tinggi menggunakan lebih banyak usaha dan
melakukannya lebih baik.
Ada banyak laboratorium penelitian untuk mendukung hipotesis
bahwa tujuan yang lebih sulit lebih diasosiasikan dengan penampilan yang lebih
baik dari pada tujuan yang mudah. Lapangan penelitian juga suportif, terutama
dengan proporsi dari tujuan mereka sendiri adalah kritis untuk motivasi dan
tujuan yang spesifik dan cukup sulit lebih efektif daripada perintah samar
seperti “lakukan yang terbaik”. Dalam penelitian ini, mungkin untuk
mengidentifikasi beberapa komponen untuk meningkatkan motivasi pekerja. 5
prinsip tersebut sebagai berikut :
1. Tujuannya
harus lebih spesifik. Tujuan spesifik membuat orang lebih mengerti apa yang
dibutuhkan.
2.
Tujuannya
harus berada diantara level kesulitan sedang hingga tinggi. Secara keseluruhan,
penelitian mendukung ide bahwa tujuan yang lebih sulit membuat penampilan lebih
baik daripada tujuan biasa.
3.
Karyawan
harus menerima tujuan. Maksudnya dia harus mau berusaha untuk mencapainya.
4.
Karyawan
harus menerima umpan balik tentang kemajuannya sehubungan dengan tujuannya.
Umpan balik membantu kemajuan seseorang dengan mengidentifikasi bahwa usaha
lebih diperlukan.
5.
Tujuan
yang di-set bisa lebih parsitipatif untuk mencapai tujuan. Berpartisipasi dalam
mencapai tujuan membantu seseorang mengerti apa yang diharapkan darinya.
Psikolog I/O dan yang lainnya terus mengikuti perhatian
aktif dalam mengatur tujuan sebagai motivasi yang berpengaruh, tidak seperti
teori kognitif lainnya. 5 prinsip dasar akan terus dikembangkan, tetapi
penelitian sekarang lebih focus pada bagaimana
dan kenapa pengaturan tujuan berhasil daripada apa yang dilakukannya.
1.3 Kinerja Karyawan
Menurut Mathis (2006:78), menyatakan
bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja
adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada
organisasi yang antara lain termasuk:
a.Kuantitas output
b.Kualitas output
c.Jangka waktu output
d.Kehadiran di tempat kerja
e.Sikap kooperatif
Dalam Wirawan (2009:5) menjelaskan
kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh
fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan
atau suatu profesi dalam waktu
tertentu.Istilah kinerja berasal dari kata Job
Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya
yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
(Mangkunegara, 2009:67).
1.4
MODEL PENGUATAN MOTIVASI KERJA
Pendekatan penguatan
motivasi tidak dikembangkan sebagai teori motivasi. Pada kenyataannya, itu
bukan teori sama sekali, tapi satu set prinsip-prinsip yang berkaitan dengan
perilaku hasil. Prinsip-prinsip ini telah ditarik dari data akumulasi awalnya
dalam perilaku belajar dari pengaturan laboratorium.Sebagai pendekatan motivasi
untuk bekerja, model terdiri dari ekstrapolasi penguatan belajar prinsip dengan
perilaku orang di tempat kerja.Tiga dari prinsip-prinsip ini merupakan
kepentingan utama.
1
Orang-orang terus melakukan hal-hal yang
memiliki hasil yang memuaskan. Hadiah memperkuat kemungkinan bahwa mereka akan
mengulangi perilaku mereka.
2
Orang menghindari melakukan hal-hal yang
mengakibatkan hukuman. Hukuman mengurangi kemungkinan bahwa perilaku berikut
akan terjadi lagi.
3
Orang-orang akhirnya berhenti melakukan
hal-hal yang tidak menguntungkan atau menghasilkan hukuman. Perilaku yang
memiliki hasil yang netral akan hilang cepat atau lambat.
Diterapkan
untuk motivasi kerja, penguatan prinsip di tempat kerja adalah fungsi usaha
langsung sejauh mana hubungan antara pekerjaan dan perilaku reward telah
dibangun dan diperkuat. Jika Anda bekerja keras dan melakukan apa yang
diharapkan telah dihargai lebih dari mereka telah dihukum atau diabaikan,
seorang individu akan terus melanjutkan perilaku tersebut. Jika, di sisi lain,
hasil dari upaya kerja telah dihukum dalam beberapa cara bagi perorangan,
perusahaan akan berkurang. Usaha kerja juga berkurang, tapi lebih secara
bertahap, ketika ternyata tidak dihargai atau dihukum.
1.5
HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA
Menurut
Thoha (1995:137), “hubungan gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja sangat
erat, dimana gaya kepemimpinan mempengaruhi motivasi kerja”. Gaya kepemimpinan
seorang pemimpin dapat mempengaruhi motivasi kerja bawahannya, oleh karena itu
maka gaya kepemimpinan sangat diperlukan dalam suatu organisasi. Sedangkan
menurut Hasibuan (2002:169), menyebutkan bahwa “gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh seorang pemimpin atau seorang manajer dalam suatu organisasi
dapat menciptakan integritas yang serasi dan mendorong gairah kerja karyawan
untuk mencapai sasaran yang maksimal”.
Melihat
dua pengertian sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi kerja seorang
bawahan sangat tergantung pada kemampuan seorang pemimpin melalui gaya
kepemimpinannya mempengaruhi karyawan untuk bertindak sesuai dengan harapan
karyawan dari organisasi atau perusahaan tersebut.
Tercapainya
tujuan perusahaan tidak hanya tergantung pada peralatan modern, sarana dan
prasarana yang lengkap, tetapi justru lebih tergantung pada manusia yang
melaksanakan pekerjaan tersebut. Keberhasilan suatu organisasi sangat
dipengaruhi oleh kinerja individu karyawannya. Setiap organisasi maupun
perusahaan akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan, dengan
harapan apa yang menjadi tujuan perusahaan akan tercapai. Dalam meningkatkan
kinerja karyawannya perusahaan menempuh beberapa cara misalnya melalui
pendidikan, pelatihan, pemberian kompensasi yang layak, menciptakan lingkungan
kerja yang kondusif dan pemberian motivasi.
Melalui
proses-proses tersebut, karyawan diharapkan akan lebih memaksimalkan tanggung
jawab atas pekerjaan mereka karena para karyawan telah terbekali oleh
pendidikan dan pelatihan yang tentu berkaitan dengan implementasi kerja mereka.
Sedangkan pemberian kompensasi, lingkungan kerja yang baik serta pemberian
motivasi pada dasarnya adalah hak para karyawan dan merupakan kewajiban dari
pihak perusahaan untuk mendukung kontribusi para karyawannya dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Prestasi
kerja pegawai bukanlah suatu kebetulan saja, tetapi banyak faktor yang
mempengaruhi diantaranya pemberian kompensasi dan motivasi. Prestasi kerja akan
dapat dicapai jika didahului dengan perbuatan yaitu melaksanakan tugas yang dibebankan. Para karyawan akan
lebih termotivasi untuk melakukan tanggung jawab atas pekerjaan mereka apabila
perusahaan mengerti dan memperhatikan betul akan kebutuhan para karyawan yang
pada dasarnya adalah mereka bekerja untuk mendapatkan uang, dalam hal ini
berbentuk gaji. Setiap anggota dari suatu organisasi mempunyai kepentingan dan
tujuan sendiri ketika ia bergabung pada organisasi tersebut.
Bagi
sebagian karyawan, harapan untuk mendapatkan uang adalah satu-satunya alasan untuk
bekerja, namun yang lain berpendapat bahwa uang hanyalah salah satu dari banyak
kebutuhan yang terpenuhi melalui kerja. Seseorang yang bekerja akan merasa
lebih dihargai oleh masyarakat di sekitarnya, dibandingkan yang tidak bekerja.
Untuk menjamin tercapainya keselarasan tujuan, pimpinan organisasi bisa
memberikan perhatian dengan memberikan kompensasi, karena kompensasi merupakan bagian dari hubungan timbal balik
antara organisasi dengan sumber daya manusia.
Kompensasi
menurut Malayu S.P. Hasibuan (2002) adalah semua pendapatan yang berbentuk
uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai
imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Tujuan pemberian kompensasi
antara lain adalah sebagai ikatan kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan
efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, serta pengaruh serikat buruh
dan pemerintah.
Kompensasi
adalah penghargaan atau ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan
kontribusi dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja
(Nawawi, 2001). Kompensasi juga merupakan penghargaan yang diberikan karyawan
baik langsung maupun tidak langsung, financial maupun non financial yang adil
kepada karyawan atas sumbangan mereka dalam mencapai tujuan organisasi,
sehingga pemberian kompensasi sangat dibutuhkan oleh perusahaan manapun guna
meningkatkan kinerja karyawannya. Adapun bentuk
kompensasi financial adalah
1.
gaji,
2.
tunjangan,
3.
bonus,dan
4.
komisi.
Sedangkan untuk kompensasi
non-financial diantaranya
1.
pelatihan,
2.
wewenang dan
3.
tanggung jawab,
4.
penghargaan atas kinerja serta lingkungan kerja yang mendukung
(Jurnal SDM.blogspot, 2009).
Tidak
hanya faktor pemberian kompensasi saja yang perlu diperhatikan oleh perusahaan
guna menigkatkan kinerja karyawan, akan tetapi perusahaan harus memperhatikan
faktor motivasi. Pegawai dapat melaksanakan tugasnya secara maksimum antara
lain ditentukan oleh motivasi yang mendorong pegawai itu bekerja dengan tekun,
serta disiplin yang diterapkan sehingga dapat tercapai tujuan perusahaan di
bawah kepemimpinan yang dapat menciptakan suasana kondusif terhadap lingkungan
kerja tersebut. Setiap pegawai belum tentu bersedia mengerahkan prestasi kerja
yang dimilikinya secara optimal, sehingga masih diperlukan adanya pendorong
agar seseorang mau menggunakan seluruh potensinya untuk bekerja. Daya dorong
tersebut disebut motivasi dalam melaksanakan tugasnya.
1.6 PERSEPSI TENTANG GAYA
KEPEMIMPINAN DISEKOLAH YANG MENGARAH KEPADA MOTIVASI KERJA
Motivasi berprestasi juga merupakan salah satu
faktor yang dapat memengaruhi
kinerja guru (Sunardi
dkk, 2010: 9). Motivasi merupakan salah satu unsu terlaksananya suatu kegiatan
dalam organisasi/lembaga, sebab serendah atau setinggi apa pun tujuan
organisasi bila tidak ada motivasi maka tidaklah akan mungkin tercapai tujuan
yang diharapkan..Motivasi berprestasi menurut McClelland dan Atkinson (1997:
51) adalah upaya untuk mencapai sukses dengan berkompetisi melalui suatu
keunggulan. Standar keunggulan yang dimaksud adalah prestasi dirinya sendiri
atau orang lain yang telah diraih sebelumnya.
Dalam
hal ini kepala sekolah ialah tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, tempat
dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang
menerima pelajaran. Berbagai studi tentang kepemimpinan pada dasarnya
menghasilkan kesimpulan bahwa peranan seorang pemimpinan dalam suatu organisasi
selalu menjadi kunci utama bagi sukses tidaknya organisasi yang bersangkutan
dalam mencapai tujuan.
Kepemimpinan kepala sekolah
merupakan kemampuan untuk megkoordinasikan dan menggerakkan segala sumber
(guru, staff, karyawan dan tenaga kependidikan) yang ada pada suatu lembaga
sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Berdasarkan
sudut pandang manajemen mutu pendidikan, kepemimpinan pendidikan yang
direfleksikan oleh kepala sekolah mempunyai peran dan kepedulian terhadap
usahausaha peningkatan mutu pendidikan di satuan pendidikan yang dipimpinnya.
Kepala
sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peranan sangat besar dalam
mengembangkan mutu pendidikan di sekolah. Berkembangnya semangat kerja,
kerjasama yang harmonis, minat terhadap perkembangan pendidikan, suasana kerja
yang kondusif dan menyenangkan, perkembangan mutu profesional diantara para
guru banyak ditentukan kualitas kepemimpinan kepala sekolah.keberhasilan
sekolah dalam mencapai tujuannya secara dominan ditentukan oleh keandalan
manajemen sekolah sangat dipengaruhi oleh kapasitas kepemimpinan kepala
sekolahnya. Peranan kepala sekolah tiadk hanya sekedar sebagai pemimpin karena
masih banyak peranan yang lainnya. Menurut Depdiknas (2000) untuk lingkungan
pendidikan dasar menengah, peranan kepala sekolah secara umum meliputi : Educator,
Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, dan
Sesuai keputusan Menteri Pendndikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru
sebagai Kepala Sekolah, Pasal 9 ayat (2), dijelaskan bahwa aspek penilaian Kepala
Sekolah atas dasar tugas dan tanggungjawab Kepala Sekolah sebagai
(1) pemimpin,
(2) manajer
(3), pendidik,
(4) administrator,
(5) wirausahawan,
(6) pencipta iklim
kerja,
(7) penyelia.
Setiap
guru akan mempunyai tanggapan/respon masing - masing terhadap kegiatan
kepemimpinan Kepala Sekolah. Tanggapan/respon tersebut bisa positif bisa
negatif tergantung seberapa jauh persepsi guru menanggapi tingkah laku
kepemimpinan Kepala Sekolah. Kata persepsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1990) berarti :tanggapan (penerimaan) langsung dari suatu serapan, proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera.
Berdasarkan
uraian diatas disimpulkan bahwa persepsi adalah proses seseorang
mengorganisasikan dan menafsirkan stimulus (rangsangan) terhadap sesuatu obyek
melalui pancainderanya (penglihatan, pendengaran, peraba, dan pencium. Proses
terbentuknya persepsi dalam diri seseorang selain melalui pengamatan indera,
juga dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya.
Persepsi tentang kepemimpinan kepala sekolah merupakan proses penerimaan,
penginterpresasian yang melibatkan kognisi dan afeksi guru terhadap
pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepala sekolah dalam melaksanakan
tugasnya.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Risma
& Sukanti (2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
guru adalah :
1.
Faktor personal atau indvidual, meliputi unsur pengetahuan, ketrampilan,
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu
guru,
2.
Faktor kepemimpinan, memiliki aspek kualitas manajer dan tim leader dalam
memberikan dorongan, semangat, arahan,dan dukungan kerja kepada guru,
3.
Faktor tim, meliputi dukungan dan semnagat yang diberikan oleh rekan dalam satu
tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota
tim,
4.
Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja yang diberikan oleh
pimpinan sekolah, proses organisasi (sekolah) dan kultur kerja dalam organisasi
(sekolah),
5.
Faktor kontekstual (situasional). Meliputi tekanan dan perubahan lingkungan
eksternal (sertifikasi guru) dan internal (motivasi kerja guru).
1.7 HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DENGAN PELAYANAN PUBLIK
Dalam kehidupan masyarakat modern,
keberadaansuatu pemerintahan umumnya dipahami berkaitan dengan upaya mewujudkan
kehidupan bersama yang tertib, maju, dan bermartabat.Untuk itu, suatu
pemerintahan umumnya disepakati mempunyai fungsi-fungsi pengaturan dan pelayanan
kepada masyarakat. Dalam konteks pelayanan kepada masyarakat, keberadaan daerah
otonom atau pemerintah daerah pada jenjang yang lebih dekat dengan masyarakat
merupakan upaya untuk mengefektifkan pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Pemenuhan harapan akan peran aparat dari instansi pemerintah daerah tersebut
menjadi bertambah penting apabila dikaitkan dengan kehidupan perkotaan dan
pemerintahan kota.
Fungsi atau peran pemerintah kota dipahami
banyak dan kompleks, terutama karena sifat kehidupan perkotaan yang juga
berdimensi banyak dan kompleks. Kota tidak hanya
dipandang sebagai tempat pemukiman untuk masyarakat beraktivitas
dan berinteraksi, tetapi lebih dari itu, kota berperan pula sebagai suatu
cetakan budaya, yakni tempat masyarakat memajukan pengetahuan dan menempa
nilai-nilai yang memperbaiki kondisi kemanusiaan. Dengan peran kota tersebut,
maka penentuan fungsi kota secara tepat serta pelaksanaannya secara maksimal
merupakan hal yang tak terhindarkan bagi setiap pemerintah kota.
Salah satu di antara fungsi pemerintah
kota tersebut berkaitan dengan penyediaan pelayanan di bidang pekerjaan umum,
yang antara lain berupa pelayanan bidang persampahan. Di banyak kota dunia,
pelayanan persampahan adalah pelayanan yang tidak mudah dilakukan, baik karena
produksi sampah yang terus bertambah banyak dengan cepat sejalan dengan
bertambahnya dengan cepatnya jumlah penduduk dan aktivitas perkotaan.
Kecenderungan yang dapat diamati adalah semakin maju suatu
masyarakat, maka semakin beranekaragam aktivitas kehidupan yang mereka lakukan.
Pada gilirannya, keanekaragaman aktivitas tersebut menjadi awal semakin
meningkatnya limbah atau sampah yang mereka hasilkan. Kedua keadaan tersebut
terjadi di kota, yang salah satu cirinya selalu menunjukkan
keanekaragaman aktivitas penduduknya. Pada kondisi inilah,
sampah menjadi salah satu persoalan utama dalam pelayanan pemerintah kota.
Motivasi kerja dan kualitas pelayanan
publik merupakan obyek penelitian yang menarik perhatian banyak peneliti.
Revida (2005: 114-117) meneliti motivasi kerja dan kualitas pelayanan dikaitkan
dengan pemberdayaan aparatur. Dalam penelitian ini, kualitas pelayanan
dioperasionalisasikan ke dalam aspek-aspek efisien, efektif, responsif, dan
adil. Sedangkan motivasi kerja dioperasionalisasikan ke dalam aspekaspek
harapan, valensi, dan instrumentalitas. Penelitian mengenai pelayanan publik
juga dilakukan oleh Hutapea (2003: 168-171). Dengan judul ”Pengaruh
pemberdayaan aparatur pelayanan kepada masyarakat melalui produktivitas kerja
di Kota Bandung,”
Penelitian ini mengoperasionalisasikan
efektivitas pelayanan umum ke dalam aspek-aspek: kejelasan dan kepastian,
ketepatan dan kecepatan, kendala dan kesederhanaan, keterbukaan, dan kesadaran
masyarakat. Alamsyah (2003: 109-110) meneliti ”pengaruh perilaku birokrasi
terhadap kualitas pelayanan publik (studi kasus di Kabupaten Lebak, Banten).
Dalam penelitian ini, kualitas pelayanan publik dioperasionalkan ke dalam
aspek-aspek: keterandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan berwujud. Hasil
penelitian yang menggunakan analisis jalur ini menyimpulkan bahwa perilaku
birokrasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan publik.
Operasionalisasi kualitas pelayanan publik ke dalam aspek-aspek: keterandalan,
ketanggapan, keyakinan, empati, dan berwujud juga dilakukan oleh Suryadana
(2006: 139-140) dalam meneliti “Pengaruh Komitmen dan Kompetensi Terhadap
Kinerja Pegawai serta Implikasinya
Pada Kualitas Pelayanan Publik.” Dari
beberapa penelitian terdahulu dapat dicermati dua hal. Pertama, penelitian mengenai
motivasi kerja dilakukan dengan memberikan perlakuan yang berbeda terhadap
variabel motivasi kerja. Sebagian penelitian menjadikan motivasi kerja sebagai
variabel penyebab, dan sebagian lainnya menjadikan motivasi kerja sebagai
variabel akibat. Hal yang sama juga berlaku untuk kualitas pelayanan publik.
Kedua, operasionalisasi terhadap variabel motivasi atau kualitas pelayanan
publik dapat berbeda-beda antara peneliti. Sebagian peneliti
mengoperasionalisasikan kualitas pelayanan publik dengan menggunakan indikator
yang umumnya digunakan dalam sektor privat, dan sebagian telah memasukkan
pertimbangan kekhasan sektor publik dalam mengoprrasionalisasikan kualitas
pelayananpublik tersebut.
Berdasarkan hasil pencermatan
tersebut, maka operasionalisasi mengenai motivasi kerja dan kualitas pelayanan
publik dalam penelitian ini berbeda dari penelitian terdahulu. Pertama,
motivasi kerja tidak hanya dioperasionalisasikan ke dalam aspek-aspek pemenuhan
kebutuhan instrinsik dan kebutuhan ekstrinsik, atau ke dalam aspek-aspek harapan, valensi, dan
instrumentalitas (Revida 2005: 116). Penelitian ini mengoperasionalisasikan
motivasi kerja lebih pada pendekatan proses, yakni: pembangkitan upaya, arah
upaya, dan persistensi upaya. Kedua, pada umumnya operasionalisasi kualitas
pelayanan publik dilakukan menurut konsep yang sebenarnya dibuat untuk sektor
privat, yakni berupa: keterandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan
berwujud.
Penelitian ini mengoperasionalisasikan
kualitas pelayanan publik, dengan suatu pandangan bahwa sektor publik berbeda
dengan sektor privat. Oleh karena itu, dimensi kualitas pelayanan publik perlu
diidentifikasi sesuai dengan kekhasan sektor publik. Atas pandangantersebut,
kualitas pelayanan publik dalam
penelitian ini mencakup aspek-aspek: penerimaan, kepercayaan,
keterbukaan, adil, res ponsif, dan kebertanggungjawaban. Mengacu pada pendapat
Rainey dan hasil penelitian Alamsyah dan Revida maka dapat dirumuskan hipotesis
kerja, yaitu terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi kerja
pegawai dengan pelayanan publik.
1.8
ALAT-ALAT MOTIVASI
Hasibuan
(2005), mengemukakan bahwa alat-alat motivasi dapat berupa:
1.
Materiil insentif. Yaitu motivasi yang diberikan itu berupa uang dan atau
barang yang mempunyainilai pasar, dengan kata lain insentif tersebut memberikan
nilai ekonomis.
Contoh
: uang, kendaraan, rumah.
2.
Non Materiil Insentif. Yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa barang/
benda yang tidak ternilai, jadi hanya memberikan kebanggaan atau kepuasan
rohani saja.
Contoh:
medali, piagam, bintang jasa.
3.
Kombinasi Materiil dan Nonmateriil insentif. Yaitu alat motivasi yang diberikan
itu berupa materiil (uang dan barang) dan nonmaterial (medali/piagam), jadi
memenuhi kebutuhan ekonomis dan kepuasan/ kebanggan rohani.
BAB
III
KESIMPULAN
Motivasi
kerja ialah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat di dalam pribadi
seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai
suatu tujuan. Pada dasarnya motivasi kerja ini sangat dibutuhkan oleh individu
untuk dapat berkembang didalam sebuah instansi tempat mereka bekerja. Beberapa
pendekatan-pendekatan maupun usaha yang dilakukan individu itu sendiri maupun
pemimpin mereka dapat meningkatkan prestasi dan kinerja mereka, misalnya kompensasi
yang diberikan oleh pemimpin kepada bawahannya dapat meningkatkan kinerja
sikaryawan tersebut. Dengan mempelajari beberapa teori, sekiranya pemimpin
maupun karyawan sebagai bawahan dapat
lebih termotivasi baik dipihak karyawan
maupun pemimpin.
DAFTAR ISI
Jewell,
L.N. 1998. ContemporaryIndustrial/Organizational
Psychology. Brooks/Cole Publishing Company.
Media, Messa. 2012
Pengaruh Kedisiplinan, Motivasi Kerja, Persepsi Guru tentang Kepemimpinan
Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru. Jurnal/ Fakultas Teknik Universitas Negri
Yogyakarta,
Anoki,
Hardian. 2010. Pengaruh Kompensasi
Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal/ Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Adi, Ivan. 2012. Budaya Organisasi dan Kompensasi: Pengaruh
Terhadap Motivasi dan Kinerja Karyawan. Jurnal/ Jurusan Manajemen Fakulgas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Nurchasanah.
2012. Pengaruh Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Berprestasi danKompensasi
Terhadap Kinerja Guru. Jurnal/ Semarang.
Murwati,
Hesti. 2013. Pengaruh Sertifikasi
Profesi Guru Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Guru. Jurnal/ Fakultas
Keguruan dan Ilmu pendidikan, Universitas Sebelas Maret.
Sapila,
Endang. 2013. Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Pengembangan Karir
Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Pasaman.
Jurnal/ Fakultas Ekonomi Universitas Negri Padang.
Syaiyid,
Elsi. Nayati, Hamikdah, dkk. 2013. Pengaruh gaya Kepemimpinan terhadap Motivasi
kerja. Jurnal/ PT. Malang Intermedia pers.
Pranoto,
Hadi. 2013. Pengaruh Pembinaan Berkelanjutan, Supervisi Pengawas dan Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Guru di UPT DISDIKPORA Kecamatan Mayong kabupaten
Jepara. Jurnal/ PPs Manajemen Pendidikan IKIP PGRI Semarang.
Ismaryati,
Siti. 2012. Hubungan Motivasi kerja Pegawai dengan Pelayanan Pyblik. Jurnal/
Institut Pemerintahan Dalam Negri Sumedang.
Nurtaneo,
febrian. 2012. Pengaruh Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kinerja Karyawan
Pada PT Perkebunan Nusantra XII Surabaya. Jurnal.
LAMPIRAN
Gambar1.
Model Harapan yang Disederhanakan
Prediksi Teori Keseimbangan akan Respon Karyawan
dengan Pembayaran yang Tidak Adil
|
Underpayment
|
Overpayment
|
Hourly Payment
|
Subjek yang dibayar kurang dari jam kerja akan menghasilkan kualitas
rendah daripada yang dibayar sesuai
|
Subjek yang dibayar lebih dari jam kerja akan menghasilkan ouput dengan
kulaitas tinggi daripada yang dibayar sesuai
|
Piece-Rate Payment
|
Subjek yang dibayar kurang dari perbagian akan menghasilkan banyak barang
kualitas rendah..
|
Subjek yang dibayar lebih akan menghasilkan lebih sedikit barang
berkualitas yang lebih tinggi
|